Menjadi
editor. Hmm. Sejujurnya saya belum pernah, karena selama ini saya “hanya” aktif
menulis dan lebih memilih orang lain untuk mengeditnya. Biar lebih pure dan sebenanrnya saya akui, saya
kurang detail dalam hal EYD, pilihan kata, apapun itu dan lainnya. Tetapi kini,
si gadis enerjik memaksa saya untuk mengedit karya mimpi besarnya. Bismillah,
semoga bisa memberikan yang terbaik.
Ifah Athur Kurniati. Kami pertama kali
bertemu di Mahkmah Agung di sekitar tahun 2009. Saat kami sama-sama diterima di
Biro Hukum dan Humas MA sebagai staf. Semenjak awal pertemuan itu, saya sudah
menjulukinya gadis enerjik. Ipeh (begitu saya biasa memanggilnya) selalu tidak
bisa diam. Apapun dikerjakan. Apapun dibicarakan. Dan waktu membuat kami saling
kenal dan semakin dekat. Kami sama-sama memiliki hobi yang bisa dikatakan sama
yaitu membaca, menulis, jalan kaki, makan kepala ikan, and many more. Untuk itu, misalnya ketika saya bercerita cerpen saya pernah
masuk majalah skala nasional, Ipeh pun begitu. Ketika dia cerita bahwa dalam
waktu-waktu tertentu yang menyentuh hati, beberapa puisi bisa dilahirkannya,
begitupun dengan saya. Dunia kami tidak
banyak berbeda. Sering kali, ketika sedang istirahat di kantor, kami mendiskusikan
buku-buku yang sedang kami baca, ketika mendapat tugas ke luar kota bareng, kami akan jalan kaki ke manapun kami mau, dan jika sudah ada kepala ikan dalam menu makan kami, kelarlah hidup kami. hehe.
Kurang lebih lima tahun sudah saya dan
ifah bersahabat, dan di awal tahun 2013, Ipeh mengagetkan saya dengan kabar
yang menurut saya sangat gila, karena saya tahu banget pekerjaan kami sebagai humas
sedang banyak-banyaknya. Mulai dari penulisan biografi hakim agung, laporan
tahunan, aneka kegiatan pimpinan, penulisan berita, pembuatan majalah,
pembuatan company profile dan yang lainnya. Meskipun begitu saya sambut sangat
hangat dan terus menerus menyemangatinya untuk mewujudkan mimpinya itu. Karena
bagi penulis, memiliki buku adalah sebuah pujian terindah buat diri sendiri.
Menulis buku dan membiarkan banyak mata membacanya adalah kenikmatan ternikmat.
Dan menunggu mata-mata yang membaca itu berekspresi adalah kenikmatan lain yang
tidak ada bandingnya. Sebagaimana yang telah saya rasakan sebelumnya. Untuk itu
saya terus menerus mensupport Ipeh untuk bisa juga merasakan hal yang sama.
Dan ketika pertama kali Ipeh mengirimkan karya pertamanya ke saya lewat email. Saya langsung tercengang
setelah membacanya, saya balas email itu dengan “I know u so well Ipeh, but I
really don’t believe that u can write like this. It’s so amazing. Bravo honey……”
di saat yang lain saya katakan bahwa “ I really wonder what I wanna say here. It’s
really you” bagi saya tulisan itu sangat mengalir, sangat Ipeh, enerjik dan apa
adanya. Memang kiriman karya itu tidak rutin, kadang seminggu sekali, seminggu
dua kali bahkan pernah sebulan hanya satu karya yang dikirimkannya. Tetapi
setiap mendapatkan kiriman karya itu, saya selalu sumringah, seperti saya
bertemu langsung dengannya, membaca karya Ipeh selalu dibuat kaget dengan gaya
cerita maupun isi cerita itu sendiri, Ipeh memiliki gayanya sendiri.
Saya berharap, semua pembaca kelak
bisa menikmati karya perdana Ipeh. Yakinlah, itu sangat Ipeh, enerjik dan apa
adanya.
Salam
Azzah Zain
al-Hasany
Catatan di atas
adalah catatan hati saya ketika diminta Ipeh menanggapi kumpulan cerpen dan puisi yang ingin dicetaknya di tahun 2013, buku itu rencananya ingin dijadikannya hadiah spesial bagi ulang tahunnya, namun hingga kini, saya belum lihat fisik buku itu (Ayo Peh.... mana?").
Seminggu ini entah mengapa wajahnya berkeliling di ingatan. Rindu bercerita, rindu makan bersama, rindu berdebat, rindu berantem, rindu berpelukan. Rindu. Semoga dia dan keluarga tercintanya selalu dalam keadaan sehat and dalam lindungan Allah.
Seminggu ini entah mengapa wajahnya berkeliling di ingatan. Rindu bercerita, rindu makan bersama, rindu berdebat, rindu berantem, rindu berpelukan. Rindu. Semoga dia dan keluarga tercintanya selalu dalam keadaan sehat and dalam lindungan Allah.
Kalau tidak salah,
ini adalah tahun kedua kami sudah tidak seruangan. Dia memilih melanjutkan
hidupnya di tempat lain, memilih untuk mewujudkan aneka mimpinya dengan cara
lain, ia hijrah. Berani hijrah. Saya bangga atas keputusannya itu, tentu saja. Kantor
ini sudah begitu mengenalnya, kiprahnya bagus, bangga sekali aku padanya. Apapun
yang dilakukannya membuat saya bangga, menginspirasi.
Ya, betul, dia satu sahabat
yang begitu banyak menginspirasi saya, baik dalam menjalani hidup maupun
memaknai hidup. Enerjik, positif thinking, selalu ceria.
Kini hanya rindu dan
doa yang senantiasa menemani. Semoga persahabatan kami diridhoi Allah.
bersama Prof Laica, setelah wawancara |
Komentar
Posting Komentar