picture by @pepynofriandi
![]() |
Nur Azizah Zainuddin dan Nur Azizah Maarif |
Jika mereka tidak tahu nama orang tua kami, mereka menggunakan ciri yang ada di kami, misal warna kulit, jadi Ketika mereka bingung Nur Azizah yang mana, mereka akan bertanya “Nur Azizah yang putih atau yang item?” tentu saja yang item itu merujuk ke aku. Aku sangat ingin ganti nama, agar aku bisa berdiri sendiri hanya dengan namaku tanpa embel-embel yang lain, namun tidak berani bilang ke orang tuanku, terutama Umi. Karena menurut Umi, namaku itu didapatkan dari guru ngajinya yang sudah didoakan macam-macam kebaikan. Dari situ, aku sudah kebayang jawaban dan mata Umi jika aku utarakan keinginanku ganti nama. Jadi, ya kusimpan saja keinginan itu, hingga suatu hari Allah mengizinkannya, ya akhirnya aku punya nama lain yang kupakai untuk menamai diriku, selain Nur Azizah.
Saat itu, aku sudah di bangku kuliah. Sedari masuk kampus, Aku sudah was was dengan namaku sendiri, melihat pengumuman lulus pun aku ragu melihat namaku, jangan-jangan itu bukan Nur Azizahku. Hingga bolak balik aku memastikan nomor ujianku, aku baru percaya bahwa itulah aku.
Cukup senang ketika masuk kuliah, karena di Kelas, di
Jurusan, aku tidak mendapati Nur Azizah
kecuali aku. Namun itu tak berlangsung lama. Karena Ketika sudah masuk semester
tiga, Ketika aku sudah mulai ikut berorganisasi, bergaul dengan teman-teman
dari ragam fakultas dan organisasi, aku mendapati diriku lagi yang Tsanawiyah. Ada
tiga Nur Azizah. Satu hitam, satu putih dan satu mungil. "Betapa pasarannya nama
ini," dumel hatiku. Tentu saja, meski sudah masuk bangku kuliah aku tidak berani mengutarakan
keinginan mengganti nama ke Umi. Karena mata dan jawabannya sudah bisa
kubayangkan. BIG NO pastinya.
Keadaan berjalan seperti biasanya. Aku rupanya sudah
bisa menikmati pelabelan orang-orang akan namaku.
Kemudian, kalau tidak salah di akhir semester empat.
Aku mengikuti sebuah workshop penulisan. Dari situ aku mulai mengenal Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Laut Biru, Gola Gong, dan lainnya. Dari situ pula aku
mulai suka menulis cerpen, puisi, artikel bahkan novel.
Ketika pertama kali ingin mempublikasikan karya, aku
sudah dilemma dengan Nur Azizahku. Nur Azizah manakah yang akan dikira orang
nantinya. Aku sudah pernah coba cari di
google serach nama Nur Azizah, bejibun. Maka dari situ, aku mulai mereka-reka nama pena,
seperti beberapa penulis yang menggunakan nama pena, nama pasar.
Entah dari mana asalnya, kemudian aku mendapatkan ide dengan
susunan nama Azzah Zain Al-Hasany. Azzah itu namaku (lebih mudah ngucap
dibanding azizah), Zain itu penggalan nama Abeh (Zainudiin) dan al-Hasany
adalah nama Ummi (Hasanah). Pertama kali menyebut nama ini, aku bangga sekali.
Terdengar gagah dan cantik. Dan sepengetahuanku dan juga hasil penelusuranku di Google, belum ada orang menggunakan nama ini. Dengan nama
ini, khususnya ketika berkarya, aku ingin
ada andil Ummi dan Abeh di
dalamnya. Semoga saja bisa menjadi setitik cahaya untuk kebaikan
kami di dunia dan akhirat. Azzah Zain
Al-Hasany, ah, cantik sekali nama ini.
Hingga kini, dengan nama itu, puluhan puisi, lusinan
cerpen, dan beberapa artikel dan novel pernah lahir darinya. Pun sekarang,
ketika aku mendapat tugas rutin menulis berita di web dan majalah, maka dengan
bangga aku menggunakan inisial azh (azzah zain al hasany).
Dan kini pula, jika
siapapun mengetik di mesin pencari google nama Azzah Zain Al Hasany, tidak lain tidak bukan. Itulah aku. Bukan yang lain. (azh)
Komentar
Posting Komentar