Ketika Abang menjadi Abang


Untuk menanamkan kesiapannya menjadi Abang, aku sudah membiasakannya untuk memanggil-manggil “Ade bayi sayang” sambil membelai-belai perutku saat ia berumur 2 tahun. Padahal saat itu rahimku masih kosong. Tetapi, dengan senang, ia akan menurut bila aku memintanya mencium perutku. “halo ade bayi  lagi apa?” katanya sambil mencium dan mengelus-ngelus perutku.
Sebenarnya dengan memanggilnya Abang sedari ia lahir, adalah sebuah trik untuk membuatnya siap menjadi kaka. Karena kami sebagai orang tua, tentu sangat ingin kelak ia dan saudara-saudaranya bisa akur dan saling menyayangi, dan bisa saling nasehat menasehati. Dan proses menjadi itu, harus dilakukan sedini mungkin. Alhamdulillah, Muhammad nyaman-nyaman aja dengan panggilan itu.
Sekarang ketika dia benar-benar menjadi abang. Semuanya terlihat. Ia sangat menyayangi adiknya. Ini terlihat ketika aku benar-benar mengandung. Semakin besar perutku semakin besar rasa sayangnya. Setiap akan tidur, ia tak lupa mencium dan membelai adiknya di dalam rahim. “ade bayi selamt bobo y. mimpi indah bertemu Rasulullah” katanya
“Abang mau adik perempuan atau laki-laki”  tanya Yandanya suatu ketika
“cowe” katanya. Ia belum paham jenis kelamin.
“Cowo apa cewe” tanya yandanya sambil ketawa
“cewe” jawabnya. Jawaban ini selalu berubah. Cowo dan cewe menjadi kosa kata baru yang kini akrab di telinganya
“nanti namanya siapa”
“hmmmm.” Matanya menatap yanda dengan serius, telunjuknya diketuk-ketukan di hidung. Gayanya sedang berpikir.
“Jupiter” kataya antusias sambil membinarkan matanya. Saat itu ia sedang menggilai planet2. Semua benda bundar yang dilihatnya dianggap planet. Biasanya jika sudah begitu, meluncurlah, satu persatu nama-nama planet. Yang ini merkurius, yang paling hijau planet bumi, yang merah planet mars. Begitulah seterusnya.
“hehehe” Yandanya gemes. “nanti dipanggilnya siapa dong?”
“jup” katanya tegas.
Yandanya makin ketawa. “Ade jup, ade jup….. main yuk! Ghitu ya bang!”
“iya” katanya. Masih dalam nada yang sangat tegas.

Kini, ketika dia benar-benar telah memandang adiknya. Makin bertambah sayangnya. Setiap saat ingin mengelus pipinya yang lembut, setiap saat ingin mencium,setiap saat siapapun yang datang, tidak boleh dekat-dekat dengan adiknya itu, karena takut diambil. Subhanallah.
“Ade Shofi sayang, kalau ada kako bilang kaka ya…” (KAKO? Jangan tanya aku apa artinya, aku pun tak tahu) katanya waktu kutanya apa yang sering dibisikannya ke telinga adiknya yang kecil. Karena sering kali dia melakukan proses bisik membisik itu, siappaun jadi penasaran kalimat apa yang dibisikannya.
“apa artinya sayang….”
“hehehe” tawanya sambil mengelus-elus pipi adiknya.
“coba sini Abang, bunda bisikin”
Dia mendekatiku. Kubisikan sebaris kata. “coba sekarang bisikin ke Ade Shofi”
“apa” katanya menatap mataku
“Yang tadi Bunda bisikin ke Abang…”
“Oh!” katanya sambil menuju telinga adiknya
“Ade Shofi, kalo sudah besar jadi ahli al-Qur’an ya….” Katanya agak keras di telinga adiknya. Setelahnya ia tersenyum ke arahku. Aku cubit pipinya gemas.
Meskipun begitu, terkadang sifat kekanak-kanakannya yang egois muncul. Sering, ketika Shofi sedang tidur sendiri, dipeluk keras dan menagis kencanglah sang adik, biasanya semakin kencang tangis sang adik, si abang akan mengulanginya lagi, mencekeram tangan atau kakinya, yang membuat sang adik makin mengencangkan tangisnya.
Kalau kejadian ini terjadi, biasanya aku akan panik dan berlari sambil berteriak “Abang……”
“kok adiknya dibuat nangis….”
Dia akan terdiam sebentar kemudian berapologi dengan tenang “Enggak. Enggak diapa-apain kok Bunda.”
Setelah itu, jika aku memintanya untuk meminta maaf pada adiknya itu, ia akan langung “Ade Shofi maafin Abang y? tadi Abang Cuma bercanda kok….” Dengan gayanya yang khas sambil membelai pipi lembut adiknya.
Subhanallah. Titip Allah. Titip. Titip hatinya, pikirannya, lingkungannya, masa depannya. Biar di Mu dan ke Mu. Amin.
Aku masih terus akan belajar menjadi bunda terbaik dan terbaik. Bantu ya abang sayang…..

Pojok Humas Mahkamah Agung, 26 agustus 2010


Komentar