ABANK AND HIS HEART




Selepas maghrib. Di antara anak tangga rumah kami. Berteman angin sepoi-sepoi yang hilir mudik tak menentu dari jendela yang sengaja belum ditutup. Abank mengaji iqra' 4 di hadapanku. Kebiasaan ini sudah kami bangun sejak Abank umur 3 tahun. Semakin dewasa semakin banyak alasannya untuk mengela. Semakin ke sini semakin banyak caranya bernegosiasi. Salah satunya begini, seperti saat ini "Empat baris aja y Bunda..." Katanya tanpa suara, hanya dengan mata yang sudah aku mengerti sekali maksudnya dan empat jari yang dimoncongkannya ke wajahku.

          "Belum mulai sayang, halaman ini cuma 6 baris loh, pendek-pendek lagi." Kataku sambil menurunkan jari-jarinya dan memintanya memulai. "Ayo, bismillah." Kataku.
"Gapapa deh sekarang empat baris dulu ya Bunda, selebihnya kalau mau tidur y."
Aku cubit pipinya yang gembil. Aku rangkul punggungnya. “Yuk,  Bismillah.” Aku gelar Iqra di antara kami. Dia menurut.   
Bismillahirrahmanirrahim.. Biina, Bayna, Kiifa, Kaifa” Aku selalu senang melihat mulut kecilnya pelan-pelan mengeja. Sebuah kenikmatan mengikuti perkembangannya bisa membaca dari satu huruf ke rangkaian huruf lainnya. Lewat baris ke empat tanpa jeda dia langsung membaca baris ke lima. "Wah, ajaib nih." Pikirku.


"Kenapa Nak? Kok berenti sayang?" Tanyaku spontan. Karena di tengah-tengah bacaan baris ke lima si Abank terdiam. "Yuk lanjutin, habis ini kita baca buku sambil bobo deh, yuk!" Kataku penuh semangat sambil menunjuk-nunjuk sisa jatah bacaannya. Takut moodnya tiba-tiba berubah.
"Mataku berair nih Bunda."
"Kenapa emangnya nak, sakit?" Kataku sambil memeriksa matanya yang bagiku biasa saja.
"Aku keingetan lele." Katanya polos. Matanya mulai menerawang.
          "Lele siapa. Lele apaan Nak?"
"Tadi siang kan aku ikut Ami sama bapaknya jalan-jalan Bunda. Nah pulangnya, bapaknya Ami mau beli ikan lele." Ceritanya penuh penghayatan.
          "Oh ikan leleee." Kataku tak peduli.
"Nah ikan lelenya itu digetok kepalanya sama tukang ikan lele sampe mati. Aku sedih Bunda. kasihan"
"Yaelah Abank. Gw kira apaaan?" Kataku dalam hati sambil tertawa. Jelas saja tidak aku utarakan karena memang wajah anak pertamaku itu sedang serius. Serius sekali. Aku dilarang mengubah konsentrasi itu. Dan benar saja, ketika kulihat lagi ke matanya, bola hitam putih itu berair, aku melihatnya. Dia benar-benar sedih memikirkan si lele.
"Tau ga Bunda, lele yang digetok itu ada yang lagi hamil lo Bunda. Telor-telornya Abank liat pas lagi dibuka perutnya." Wajah anakku makin serius. Aku ikut-ikutan sedih. "Kasihan ya Nak!" Kataku sambil menatap matanya yang sendu.
Abank diam saja. Dia malah menundukkan kepalanya. Rupanya lele telah menyita fikirannya seharian ini. "Kasihan ya Bunda..." Katanya memandang wajahku. “Emang begitu ya Bunda caranya?”

Tiba-tiba aku terenyuh. Bagaimana bisa Abank sebegitu tersentuhnya dengan lele. Sampai terbawa ke fikirannya. Padahal, pada sore di hari yg sama jempol tangan kanannya baru saja tersayat benang layangan. Sayatan itu cukup dalam sehingga mengeluarkan darah yang cukup banyak. Sehingga diperlukan gonta-ganti plester. Aku tahu itu sakit. Aku tahu itu perih. Tetapi itu tidak masalah buat Abank, karena baginya lebih sakit si lele yang kepalanya digetok sampai mati. Lebih kasihan kepada lele hamil yang digetok penjualnya. Subhanallah Abank... Hatimu nak...


Dalam hati aku tak berhenti berdoa, ya Allah titip hatinya ya Allah, titip ya Allah. Titip. Agar tak egois. Agar bisa mementingkan hak orang lain dibanding hak-nya sendiri. Titip ya Allah, titip.
Setelah itu kami lupa dengan Iqra, aku malah asyik bercerita tentang beragam cara menyembelih binatang. Mulai dari binatang laut yang bangkainya pun halal, sampe binatang darat yang halal yang bisa menjadi haram karena disembelih tidak sesuai dengan syari'atnya. Terkesan berat dan belum waktunya bagi Abank. Tapi, ternyata begitulah cara belajar yang Abank sukai. Antusianya terlihat dengan pertanyaan-pertanyaan yg ia lontarkan.
"Kalo Babi disembelih dengan pisau yang sangat tajam, menghadap kiblat dan dibacakan bismilah, boleh dimakan ga Bunda..." Hmmmm.

Aku titip ya Allah. Titip hatinya yang putih. Hatinya yang bersih. Titip ya Allah. Titip.
Bunda, 01:30.03032014
(Samping Abank yang terlelap bersama Rasulullah di mimpinya)

Komentar