INI JUM’ATKU MANA JUM’ATMU


POLIGAMI?



Minggu ini, kuawali dengan tak sengaja menonton Ana Abdul Hamid di Metro TV. Ana diundang oleh motivator Merry Riana lantaran videonya yang viral di media sosial youtube. Video tersebut berisi curahan hatinya yang porak poranda berkat perilaku poligami yang dilakukan suaminya. Layaknya fairytale, kisah Ana Abdul Hamid happy ending. Karena setelah video ini menjadi viral sang suami mendapatkan banyak tekanan, hingga akhirnya meskipun telah menikah untuk yang kedua kalinya, sang suami kembali kepada Ana dan menceraikan istri keduanya. Happy ending? Ya, buat Ana Abdul Hamid, tapi untuk istri keduanya? Untuk anak2 yang sudah atau belum terlahir? Korbankan ia? Tak sengaja aku menangis. Dan aku hampir saja tidak bisa tidur lantaran memikirkan perasannya. Apakah ini terbayangkan oleh para penggiat poligami? Inilah akibatnya kalau si tukang baper nonton, apa saja bisa jadi pikiran. Untungnya tak berlangsung lama, karena urusan para yang Tercinta lebih memenuhi otak. Ana Abdul Hamid pun hilang dari pikiran.  
Tapi, setiga hari setelah hari itu, otakku kepikiran si dia. Teman lamaku, teman baikku, yang dipoligami suaminya. Di sebuah siang dia menelphon, menangis tersedu, meminta ketemu. Aku tak kuasa tanya apa-apa, aku kabulkan saja permintaannya. Kemudian, di sebuah tempat kami bertemu, pelukan kami mengeras, kami menangis bersama. Minggu ini, minggu poligami. Tiba-tiba Ana Abdul Hamid muncul lagi di ingatan. Duh, kali ini menimpa sahabatku, teman baikku. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa kata itu akan akrab dengan kehidupanku, dengan orang-orang terdekatku. Tak pernah.     

Tiga tahun lalu sahabatku itu memang pernah cerita, suaminya pernah izin menikah lagi. Saat itu, dia masih berharap bahwa akan ada mukjizat yang membatalkan keinginan lelaki yang sangat dicintainya dan mencintainya itu. Ia dan suaminya tak berhenti usaha  agar mereka bisa memiliki keturunan, memiliki buah hati. Namun, di tahun ke sekian belas usia pernikahan mereka kini, poligami, akhirnya masuk juga ke dalam rumah tangga mereka. Alasannya satu, sang istri, teman baikku itu, belum diizinkan Tuhan memiliki buah hati. Aku tak bisa membayangkan betapa sakit, perih dan kecewa hatinya. Hatiku ikut remuk, sedih sesedih sedihnya.  

 “Gw juga mau Zah punya anak!”

“Gw juga mau Zah ngebahagiain dia!”

“Gw juga gak mau..... begini!” pelukan kami kami erat. Air mata kami makin deras.

“Gw gak kuat Zah...”

Aku tak banyak bicara, pelukan dan belaian mewakili suara. Hati tak henti berdoa, Kuatkan sahabat baikku ini ya Tuhan.

Aku tahu betapa dia dan suami sangat ingin memiliki buah hati. Segala macam usaha sudah  mereka lakukan, dari yang  logis sampai yang tidak masuk akal sekalipun. Siapapun tahu sahabatku itu sangat mencintai anak2, sangat dicintai anak2.  Aku paham, sama seperti perempuan lain, dia juga sangat ingin hamil, sangat ingin merasakan bagaimana subhanallahnya melahirkan, ingin menikmati indahnya menyusui, ingin dipanggil Bunda. Ya Allah

Salahkah dia yang tidak Kau beri kesempatan untuk hamil, salahkah dia yang tidak Kau beri kesempatan melahirkan, salahkah dia Tuhan? Sehingga poligami begitu saja tanpa diundang masuk ke kehidupannya. Kesalahannyakah Tuhan?

Pelukan kami belum terlepas. Minuman dan makanan yang sudah terpesan teronggok tak tersentuh. Tak ada suara, tangis kami perlahan memelan. Pelukan kami semakin mengerat.

”Gw gak kuat Zah”

“Salah Gw apa ya Allah…”

Allah, sama seperti mati, kami juga tidak tahu hari ini akan cinta atau benci siapa. Tapi, tetapkan kami waras untuk terus mencintaimu Allah, atas apapun takdirMu. Aku titip sahabatku, dia orang baik, kuatkan hatinya, kuatkan hatinya, kuatkan hatinya.     



Azzah Zain Al Hasany

Jum’at 12 Oktober 2018.

Selamat Jum’at, berbahagialah.

Komentar