INI JUM'ATKU, MANA JUM'ATMU

JUM'AT

Mereka bilang setiap hari sama, aku bersikeras tidak, mereka berbeda, terkhusus Jum’at, Rasanya, baunya tak sama. I do love Friday. Celestial. Dari dulu, dari aku mulai tahu bahwa Jum’at itu nikmat, bahagianya lekat, kebaikannya dibalas berlipat, doa diijabah tanpa telat, baunya tak pernah bisa diralat. Ratusan rima lahir di hari itu, dopamin, serotonin, luber. Aku terpelet. Sejak dulu.
Kini, di sebuah Jum’at sore, cinta itu bertambah hebatnya ketika bisa pulang kerja nebeng jemputan, dapat duduk persis di samping jendela yang bisa dibuka, kemudian di tengah jalan turun hujan rintik-rintik, (maka nikmat mana lagikah yang kau dustakan?). Jum’at sore, bis jemputan, hujan, dan jendela yang tidak rusak, sungguh sebuah perpaduan terindah ciptaan Tuhan.

Lalu di situ, di tempat duduk yang pasti dengan sengaja kubuka jendelanya, kubiarkan air hujan membasahi wajah, kubiarkan Tuhan bercanda denganku, duh, indahnya. Di tengah keindahan itu, kubiarkan otakku berkeliaran seliar ia mau, mengangeni apapun, siapapun yang ia ingini, dan kulepaskan hatiku mendoakan apapun, siapapun yang terlintas, tentang keinginanku, keinginan dia, keinginan mereka, keinginan kami, keinginan siapapun, semoga Tuhan mengabulkannya dengan cara yang disadari sang peminta. Duh, Jum’at sore, duh Jum’at sore yang dibarengi hujan, duh Jum’at sore yang dibarengi hujan dan aku bisa pulang naik jemputan dan bisa dapat kursi tepat disamping jendela yang kacanya bisa dibuka. Duh Allah, duh cinta, duh Jum’at, duh Hujan.... love exteremly you all.
Sekelebat, teringat betapa menyebalkannya sebuah mulut tadi di kantor, betapa menyakitkannya sebuah perbuatan, betapa mungkin diri ini juga lupa kalau mulut dan perbuatan ini juga menyebabkan sebal dan sakit hati bagi siapapun. Senyum-senyum sendiri (betapa diri ini hanya ingin dimengerti tanpa mau mengerti), menghamparlah doa2 untuk mereka, untukku, untuk dia, semoga Tuhan memberi kesadaran akan indahnya berbuat baik dan memaafkan. Duh Jum’at sore yang dibarengi hujan dan aku bisa naik bis jemputan dan dapat duduk persis di samping jendela yang tidak rusak.
Kemudian, air hujan mengirim seorang perempuan ke ingatan. Perempuan tua yang tengah melawan rasa sakitnya, membunuh egonya yang tidak sama sekali nafsu memasukan apapun ke dasar lidahnya, lalu berjuang mati2an membujuk lidah agar sedikit saja mau merasakan apa yang tak terasa, mengunyahnya, menelannya, agar tubuh bisa sekedar duduk, menggerakkan tangan untuk sekedar takbir, memberi kekuatan tulang2 di sekitar mulut untuk sekedar membaca basmallah, mengucap hasbunallah, lalu berjuang sekuat tenaga agar sesedikit apapun yang masuk tadi tidak termuntahkan lagi.

Aku teringat perempuan tua itu, yang dalam keadaan begitu lemahnya, masih saja memikirkan aku, anak2ku, suamiku, ke masjidkah si Abank, ke manakah si Enenk, masih keingetan anak yatim di sana yang sebentar lagi lulus pesantren, mau disekolahkan kemana selanjutnya? Padahal, untuk dirinya sendiri saja ia tidak pikirkan. Tidak pernah.

Aku teringat perempuan tua nan mulia itu, perempuan yang telah mengorbankan jiwa raganya untukku, sumpah mati aku dulu betapa amat benci padanya, seenaknya melarang main, semaunya memarahi ketika aku tak juga beranjak dari depan televisi, seenaknya mencubit ketika azan shubuh kubalas dengan mendekap guling lebih erat. Sumpah mati, kini aku cinta mati padanya, apapun yang kukerjakan sekarang untuknya, karenanya, deminya. Semua amal baik yang kuniatkan, kulakukan, semua untuknya, tak untuk yang lain, apalagi diriku sendiri.

Ya Allah, sayangi perempuan itu melebihi sayangnya padaku, sayangi perempuan itu melebihi sayangnya pada apapun, sayangi ia Tuhan melebihi sayangnya padaMu.

Aku teringat perempuan itu, dan hatiku tak henti mendoakan kebaikan untuknya, hatiku basah, wajahku basah, aku cinta. Izinkan aku dengan sisa umurku, bersholeh-sholeh padanya Tuhan. Izinkan. 

Lalu aku teringat lelaki, lelaki kemarin sore yang sudah dua kali membebaniku perut besar yang sampai kencing pun harus dibawa. Lelaki yang terlalu dini sudah mencipta syurga mini untukku di dunia. Lelaki yang berjanji jiwa raga bersumpah atas nama Tuhannya untuk menyenangkanku dunia akhirat, apapun yang terjadi. Lalu meluncurlah doa-doa kebaikan untuknya.

Aku teringat bocah perempuan yang susahnya minta ampun klo disuruh makan sayur, susah minta ampun disuruh mengalah saat berdebat, bertengkar dengan abangnya. Namun mudah minta ampun klo dimintakan tolong ke warung, mudah minta ampun diminta meminta maaf, dan gemas bukan main saat mendengarnya bercerita. Doa2 kebaikan meluncur mulus untuknya. Semoga Allah menjaganya hingga akhit hayat, menjadikannya sholeh, menjadikan otak dan hatinya cerdas, mengizinkan hanya yang halal dan baik yang masuk ke dalam tiap lubang yang ada pada dirinya, pada lobang kulit, lobang hidung, lobang mulut, lobang otak dan lainnya. Duh Jum’at, duh Jum’at sore yang dibarengi hujan dan aku bisa pulang naik bis jemputan dan dapat duduk persis di samping jendela yang bisa kubuka. Tetiba Aku rindu pada panggilan “bunda” dari bocah itu.

Pemuda masa depan tak mau kalah. Datang juga dia di ingatan. Aroma tubuhnya mengayun2 di otak. Inilah lelaki pertama yang aku ikhlas mengorbankan jiwa ragaku deminya, mengikhlaskan seluruh ikhtiar kebaikan untuknya. Lelaki itu telah mencanduiku dengan bau ketiaknya, bau mulutnya sebangun tidur, memeletku dengan tatapan mata yang aku senang sekali memaknainya, “aku sayang Bunda..”.
Lelaki itu minta didoakan menjadi astronot. Lalu tiba2 ku tertawa, ketika suatu sore dia menghampiriku lalu berkata “Bunda, cita2ku kan jadi astronot, klo gagal aku sudah punya pilihan ya.” katanya dengan sorot mata yang subhanallah, aku senang sekali memaknainya.
“apa nak?” tanyaku
“jadi pelawak.” katanya
Lalu kami bersama2 tertawa.
"Kok pelawak"
"Iya, biar bisa ngibur orang"


Aku hanya minta sedikit sama Tuhan terkait bocah laki dan bocah perempuan yang kucintai melebihi apapun itu, aku hanya ingin, kelak ketika tiba masanya, aku ingin bahagia mengembalikannya, mengembalikan adiknya, sebahagia aku ketika menerimanya dulu. Kuyakin Tuhan mengabulkannya.

Duh Jum’at sore. Jum’at sore yang ditemani rintik hujan, dan alhamdulillah aku bisa pulang ikut bis jemputan dan dapat duduk tepat di samping jendela yang tidak rusak. Duh cinta…

July 2018
Azzah Zain Al Hasany
Selamat Jum'at, berbahagialah!

The Loves

Komentar

Posting Komentar