KETIKA BELAJAR TAK LAGI MENYENANGKAN


Aktifitas berangkat ke sekolah adalah hal yang sangat menyenangkan bagi anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Bertemu banyak teman, belajar dengan guru-guru yang mencerdaskan, bermain, berlarian, berkejar-kejaran riang gembira dan semua hal yang menyenangkan lainnya. Berangkat ke sekolah adalah pintu bagi anak-anak di seluruh dunia memulai hari mereka. Hari-hari di mana ke depannya, masa depan dunia diletakkan di tangan mereka.

Ironis, hal tersebut tidak terjadi dengan bocah asal Pakistan, Malala Yousofzai. Malala dan teman-temannya seperti kebanyak anak-anak di belahan dunia manapun  memiliki cita-cita tinggi  yang ingin mereka wujudkan dengan berbagai cara. Malala seperti yang lainnya yakin pendidikan adalah kunci utama dalam meraih impian itu. Tetapi sangat disayangkan, berangkat ke sekolah untuk meraih pendidikan itu bagi Malala dan teman-temannya adalah hal yang sangat mengerikan. Mereka bertaruh nyawa untuk itu, mereka khawatir, cemas jika tiba-tiba di perjalanan menuju sekolah mereka diculik atau ditembak pasukan Taliban. Menyedihkan, padahal anak-anak di belahan dunia lain berangkat ke sekolah dengan wajah sumringah dan mulut yang tak berhenti bernyanyi.

Meskipun keadaannya mencekam, Malala tidak gentar untuk berangkat ke sekolah, dia selalu menyemangati teman-temannya untuk tidak takut belajar, agar tidak ragu ke sekolah. Kegigihan bocah perempuan yang hobi membaca tersebut membuat gerah pasukan Taliban. Karena  Bagi Pasukan Taliban, perempuan adalah makhluk yang diciptakan Tuhan hanya untuk mengurus bagian domestik. Perempuan berpendidikan hanya akan menghancurkan kekuasaan mereka, menghancurkan kehormatan bangsa, untuk itu mereka tidak segan melakukan apapun untuk melancarkan tujuan mereka, dari mulai meneror, menakut-nakuti, menghancurkan sekolah sampai menembak mereka yang aktif menyuarakan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan.

Hingga pada tanggal 9 Oktober 2012 lalu dunia dikagetkan sebuah tragedi yang sangat memilukan. Siang itu Malala dan teman-temannya pulang sekolah, mereka menggunakan bis putih Toyota Town Ace–mereka biasa menyebutnya Dyna- menuju rumah masing-masing. Dus, Taliban menghentikan bis yang mereka tumpangi dan berteriak mencari-cari mana Malala. Pasukan Taliban menembak kepala Malala. Semua penumpang yang mayoritas pelajar berteriak ketakutan dan cemas. Tetapi Malala sudah tertembak. Tragedi ini diceritakan lengkap oleh Malala dalam bukunya I’M Malala hal 236 dengan sub judul Who Is Malala?

PENDIDIKAN ADALAH HAK
          Malala adalah seorang murid sekolah dan aktivis pendidikan dari kota Mingora di Distrik Swat dari provinsi Pakistan, di sanalah Malala lahir pada 12 Juli 1977. Malala adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari seorang laki-laki penyair, pemilik sekolah, sekaligus aktivis pendidikan.  Berkat didikan ayahnya, Malala tumbuh sebagai gadis riang, cerdas dan tak pernah puas belajar. Malala terkenal sebagai aktivis pendidikan dan aktivis hak-hak perempuan di Lembah Swat. Lembah di mana Taliban berkuasa. Aktivitas sehari-harinya seperti anak-anak pada umumnya, sekolah, bermain dan sesekali “bertengkar” dengan 2 saudara kandungnya.

Yang membedakan Malala dengan anak lainnya adalah aktifitasnya dalam membela hak-hak pendidikan, terutama untuk perempuan. Pada awal tahun 2009, saat berumur sekitar 11 dan 12, Malala menulis di blognya di bawah nama samaran untuk BBC secara mendetail tentang betapa mengerikannya hidup di bawah pemerintahan Taliban.

Ia mulai berbicara di depan publik untuk memperjuangkan hak atas pendidikan pada tahun 2008. "Berani-beraninya Taliban merampas hak saya atas pendidikan!" adalah seruan pertamanya di depan televisi dan radio.

Dan atas dasar “kampanye”nya tersebut, Malala dibidik Taliban. Kontan saja, kejadian penembakan tersebut menjadi perhatian dunia. Dunia miris, geram, marah. Beragam kutukan ditujukan ke pasukan Taliban. Dan beragam penghargaan dan semangat yang tak henti dari seluruh dunia untuk Malala.

Pasca penembakan, Malala sempat dirawat di rumah sakit militer di Peshwar, Pakistan. Seminggu setelahnya, Malala dibawa ke Ingris menggunakan Ambulans Udara United Arab Emirates untuk dioperasi. Dia mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Queen Elizabeth. Dan eureka, Malala sembuh, Malala tidak mati seperti yang diharapkan Taliban, Malala bisa melanjutkan aksinya menularkan semangat meraih pendidikan. Karena baginya pendidikan adalah satu-satunya solusi bagi semua problem yang ada di dunia ini.

Berkat kegigihan dan semangatnya yang tidak pernah padam menyuarakan semangat belajar khusunya bagi perempuan, siswi dari Pakistan tersebut meraih United Nations Human Rights Prize dari PBB pada 5 Desember 2013 lalu.  Momentum berharga ini tepat dihari ulang tahunnya yang ke 16 tahun. Malala bersama empat orang penerima award tersebut diundang untuk berpidato di kongres PBB. Dalam pidatonya Malala dengan lantang mengatakan bahwa pulpen dan buku lebih hebat dari senjata. Bahwa satu anak, satu buku, satu pulpen,  satu guru bisa merubah dunia, dan bahwa pendidikan adalah satu-satunya kunci meraih perubahan.

Malala menyatakan bahwa dia tidak takut, tidak cemas jika pasukan Taliban berusaha untuk membunuhnya, karena bagi bocah perempuan yang memiliki cita-cita sebagai politisi ini, Taliban hanya akan membunuh orangnya, sedangkan semangatnya tidak akan pernah mati. (hal. 245)

Semua cerita di atas tertata rapih dalam buku I’m Malala, The Girl Who Stood Up for Education and Was  Shoot By The Taliban. Buku yang ditulis oleh dirinya sendiri dengan bantuan jurnalis asal Inggris Cristina Lamb itu diterbitkan oleh Little Brown and Company, New York Boston London. Dalam buku setebal 327 halaman tersebut Malala menceritakan detail masa kecilnya hingga penjelasan mengenai Taliban dan apa yang telah Taliban lakukan padanya.

Buku ini ditulis dalam bahasa Inggris, meskipun belum ada versi bahasa Indonesianya, Malala menggunakan bahasa yang mudah, ringan dan mengalir, sehingga mudah dimengerti. Dan siapapun mudah mengunduhnya secara gratis versi pdfnya di mesin pencari Google dengan mengetik I’M Malala pdf.  Atau jika mau mendapatkan edisi cetaknya, bisa dicari di toko buku terdekat denga harga Rp. 250.000.

“One child, one pen, one book, one teacher can change the world.” Kata Malala. Happy reading.. 

Azzah Zain Al Hasany
(yang ga mau berhenti belajar)

Komentar

Posting Komentar